Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Suara Hati Untuk Mama Papua


Mama ku sangat mencintaimu. Dengan air mata berlinang di pipi, ku tulis surat ini. Aku menyadari bahwa kau adalah malaikatku. Kau juga pahlawanku. Kau selalu ada untukku. Mama detak jantungku adalah detak jantungmu, dukaku adalah dukamu, deritaku adalah deritamu juga. Mama kau sunggu luar biasa. Kedahiranmu adalah kedamaianku. Kehadiranmu adalah kebahagiaanku. Begitu juga diriku. Rinduku adalah rindumu. Sakitku adalah deritamu. Susahku adalah perjuanganmu. 

Terima kasih mama atas semua usaha dan kesetiaan yang engkau berikan padaku. Terlebih lagi cintamu padaku, begitu tulus dan ikhlas.

Mama memori ini tak mengungkapkan semua kasih setiamu. Namun ku masih ingat ketika ku lihat dirimu di Pasar. Saat itu kau keluar subu jam empat, saat ayam berkokok di kampung. Kau membawa sayuran, umbi jalar, dan jualan lainnya. Badan jalan yang becek, licin dan dingin yang menusuk kulit kau lawan dengan gigihnya perjuanganmu.

Mama ku masih memerhatikanmu ketika kau mengalaskan tikar di pinggir jalan. Dan meletakkan sayuran dan umbi jalar di atas tikar itu dan menjualnya. Ku lihat kau duduk di atas debu,kotoran dan sampah yang berserahkan. Kau abaikan terik matahari yang membakar kulitmu. Kau abaikan hujan yang mengguyur tubuhmu yang mungil. Menahan lapar dan sakit. Membayangkan wajahku adalah gigihnya semangatmu. 

Sungguh mama. Ku tak pernah memikirkan deritamu. Yang ku lakukan adalah membentakmu. Marah-marah sama mama agar uang kuliah segerah dikirimkan. Terkadang saya berpura-pura meminta uang tugas. Padahal hanya untuk menghabiskan dengan pacar baruku atau sekedar bakar ayam di pantai dengan teman-teman. Mama sayang, kau selalu mengabulkan permintaanku. Tak satu pun yang kau pernah tolak. “Anak uang berapa yang kau butuh, bilang saja nanti mama kirim. Jangan sampai kau sakit ya Anak”, Itulah balasanmu mama. Mama sayang, jika malaikat itu nyata, kaulah orangnya. 

Mama pernah ku memukulimu. Bahkan membencimu. Saat itu saya mabuk. Tidak sadarkan diri saat saya di bangku SMA. Ketika itu, Meri pacarku putus dengan  saya. Dia lanjut pacaran dengan teman karibku. Saya sangat sakit melihat mereka berduaan. Ingin rasanya mau bunuh diri. Saya mabuk sebulan dan tidak pulang rumah. Saya ingin bunuh diri tapi mama menghentikanku. Mama mencariku ke berbagai tempat. Bahkan mama rela tidak makan. 

Mama, ku tak menuliskan secara detail perjuanganmu. Namun semuanya kau lakukan demi aku dan keluarga. Kau lakukan semua itu untuk hidup. Mama, jika cinta itu sebuah kata kerja, ku fikir kau sudah melakukannya. Aku menemukan arti cinta itu melaluimu, mama. Akhir dari itu semua, aku berharap maafkan daku. Aku tak pernah mengerti ibu, aku selalu melawan dan menyakitimu. Salam hangat mama, ibuhku pahlawanku. Tuhan memberkatimu.